Home » » Merajut Kembali Peradaban Muslim

Merajut Kembali Peradaban Muslim

bismillahirrohmanirrohim...
Ketika seorang manusia sudah menyematkan dan mengikrarkan “Islam” dalam hatinya, maka sungguh seharusnya tidak ada lagi keraguan baginya untuk terus memperjuangkan Dien Allah tersebut dalam setiap lini kehidupannya. Seorang Muslim sejati, pada awalnya ia akan mencoba untuk memahami akar sejarahnya, akar sejarah peradaban Islam ketika Nabi Muhammad datang membawa cahaya yang mengubah “barbarnya” bangsa Arab saat itu menjadi bangsa yang diakui sebagai peradaban paling maju di dunia.

Di kala Barat sedang berada dalam masa paling gelap dalam sejarahnya.Peradaban Islam hadir menjadi Cahaya yang menerangi hampir 2/3 dunia. Semua bangsa tunduk di bawah kekhalifahan Islam selama hampir 8 Abad. “Panji Islam menguasai dunia”, kalimat tersebut nampaknya sangat pantas menggambarkan kondisi Islam saat itu. Baghdad dan Andalusia merupakan 2 kota yang boleh dibilang menjadi “centre of witness” dari berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi Islam. Munculnya tokoh-tokoh besar seperti Ibnu Sina, Al Ghazali, Ibnu Rusyd, Al Khawarizmi, dan intelektual muslim lainnya membuat begitu banyak bangsa yang berduyun-duyun datang ke kota tersebut untuk belajar tentang ilmu pengetahuan. Pada waktu itu Ilmu Pengetahuan memang menjadi sumber utama Peradaban Islam diakui oleh dunia, kehadiran ilmu pengetahuan Islam bagaikan oase di sebuah padang pasir yang sangat luas. 

Mari kita refleksikan sejarah Islam lebih dalam lagi, maka kita akan menemukan karya-karya monumental yang sampai saat ini masih kita rasakan kebermanfaatannya. Kepeloporan dari ilmuwan muslim zaman dahulu telah memberikan “multiple effect” yang luar biasa membekas dari generasi ke generasi, bahkan kalau kita tinjau lebih dalam lagi kita akan menemukan bahwasanya peradaban Barat yang “konon” dikatakan sebagai peradaban paling maju saat ini ternyata berawal dari adopsi mereka terhadap ilmu-ilmu hasil karya peradaban Islam.

Tidak dipungkiri lagi bahwa karya-karya ulama dan ilmuwan Islam telah menjadi “starting point” bagi tumbuhnya ilmu pengetahuan, meskipun kita lebih sering mendengar karya-karya ilmuwan Barat yang menghiasi tradisi ilmiah kita. Hal tersebut dikarenakan ketika peradaban barat berkuasa, mereka menutupi sejarah bahwa sebenarnya ilmu mereka banyak terinspirasi dari karya ilmuwan muslimTerbukti bahwasanya karya-karya yang diterjemahkan dari Bahasa Arab ke Latin jauh lebih banyak daripada karya dari Bahasa Yunani ke Latin. Fakta tersebut tidak pernah diakui oleh Barat, mereka melakukan klaim yang sangat jelas bahwa karya-karya pemikir dan ulama Islam menjadi teori milik mereka yang kita ketahui bahwa hal tersebut sangat melanggar etika ilmiah. Hal tersebut yang kemudian menyebabkan nama ilmuwan muslim kurang dikenal dalam sejarah ilmu pengetahuan modern.

Tinta Emas Peradaban

Dewasa ini Ilmu Pengetahuan sudah mengalami perkembangan yang sangat eksponensial, hal tersebut justru menjadi suatu tantangan berat bagi umat Islam agar bisa menghidupkan kembali tradisi keilmuan Islam seperti yang telah dipelopori oleh intelektual Muslim dahulu. Sebagai seorang Muslim, kita harus cerdas dalam belajar dan memahami akar sejarah ilmu pengetahuan yang berawal dari karya2 ilmuwan muslim. Sampai saat ini, Prof. Mulyadhi Kartanegara bersama dengan lembaganya yaitu CIPSI (Center for Islamic philosophical studies and information) telah berhasil menginventarisasi lebih dari 756 tokoh ilmuwan Muslim terkemuka yang memiliki konstribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang sains dan pemikiran filsafat. Hal tersebut menunjukkan betapa banyaknya pemikir-pemikir Islam yang menjadi cikal bakal ilmu pengetahuan.

Kita Bisa melihat kemajuan ilmu kedokteran saat ini dimana sebuah benda kecil yang bernama pil mampu menyembuhkan orang sakit dalam waktu yang cukup singkat, serta seluruh ilmu-ilmu modern tentang bakteri, virus, dan tubuh manusia. Ilmu tersebut awalnya dikembangkan oleh seorang Ilmuwan Muslim bernama Ibnu Sina. Dokter Persia yang hidup seribu tahun yang lalu ini memiliki ketajaman pemikiran luar biasa sehingga mampu menjelajah masuk ke dalam kompleksitas sistem tubuh manusia. Beliaulah yang menjadi pelopor sehingga saat ini kita bisa merasakan manfaat dari ilmu kedokteran tersebut.

Dalam Bidang Astronomi, dikenal juga ilmuwan muslim bernama Ibnu Qatir yang pemikirannya sudah menjelajah jauh ke luar angkasa.Beliau mempelajari gerak melingkar planet merkurius mengelilingi matahari. Karya-karyanya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa latin dan menjadi inspirasi Ilmuwan astronomi di barat.Konon diceritakan juga bahwa karya dan persamaan matematikanya sangat mempengaruhi teori Nicolaus Copernicus. 

Ilmu Matematika modern saat ini pun juga dicikal-bakali oleh pemikiran tokoh Ilmuwan Muslim yang bernama Al Khawarizmi. Beliau menulis sebuah karya besar yang berjudul Kitab Al-Jabr wa Muqabilah (Buku tentang Integrasi dan Persamaan) atau yang berisi pengembangannya pada rumus-rumus persamaan linear dan kuadrat juga kalkulasi integral.Karya-karya beliau banyak dipelajari oleh ilmuwan barat seperti Fibonacci.

Begitu pula dalam ilmu filsafat dan ilmu-ilmu sejarah, ilmuwan muslim pun tidak kalah hebat dengan ilmuwan barat. Ibnu Rusyd dan Al-Ghazali merupakan seorang filsuf besar yang pemikirannya sangat mempengaruhi pemikiran Barat. Ibnu Khaldun juga disebut-sebut sebagai sejarawan terbesar di dunia. Ia menulis sejarah dengan analisis yang sangat cerdas, kitabnya yang paling terkenal adalah Muqaddimah yang nantinya diterjemahkan secara luas di Eropa sebagai Prologomena.

Selain orang-orang tersebut, masih sangat banyak ilmuwan muslim yang pada zaman peradaban islam membuahkan karya-karya unggul, menorehkan tinta emas dalam kanvas peradaban dan memiliki cita-cita bahwa ilmunya akan dikembangkan jauh lebih maju oleh generasi-generasi muslim selanjutnya. Pertanyaan yang kemudian muncul dalam benak saya adalah, “Bagaimanakah cara Umat Islam saat ini agar mampu meneruskan tradisi keilmuan yang sudah mereka wariskan?”. Jawabannya barangkali sederhana, Kita harus memiliki “Tradisi Pembelajaran Muslim” yang wajib kita implementasikan dalam setiap perjalanan kita.

Tradisi Pembelajaran Muslim, Tentang Waktu dan Cinta Ilmu

“Maka sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja, dan dengan malam dan apa yang diselubunginya” (Q.S. Al-Insyiqaq : 16-17)

“Demi Masa” (Q.S. Al-Asr : 1); 

“Demi Fajar” (Q.S. Al-Fajr : 1); 

“Demi Malam” (Q.S.Al-Lail : 1)

Tidakkah kita telah melihat bagaimana Allah SWT dengan sangat jelas menyampaikan dalam Al-Qur’an tentang sumpah-Nya akan waktu, seperti ayat-ayat diatas. Sudah sepatutnya kemudian kita berpikir, dan tidak perlu mempertanyakan lagi akan pentingnya waktu dalam kehidupan manusia. Waktu merupakan anugerah Allah SWT yang tidak ternilai harganya, bukan hanya dari segi duniawi saja tetapi waktu juga memiliki nilai ukhrawi. Di akhirat nanti, kita akan mempertanggungjawabkan tentang apa saja yang sudah dilakukan selama waktu hidup kita di dunia.

Rasulullah SAW pun pernah bersabda, “Tidaklah mata kaki seorang hamba di hari kiamat tergelincir sehingga akan ditanya umur yang dihabiskannya, ilmunya yang telah diamalkannya, hartanya dimana ia perolehnya dan kemana diinfakkannya, dan masa mudanya kemana ia pergunakannya”. 

“Al-Waqt ka al-saif. Fa in lam taqtha’haa qath’aka” — Waktu laksana pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya, ia akan menebasmu (Pepatah Arab).

Mari kita cermati bagaimana konsep waktu ini dipahami oleh Ilmuwan Muslim dulu sehingga lukisan karya mereka bisa mewarnai peradaban dunia. Imam Bukhari yang saat ini kita kenal dengan kitabnya Shahih Bukhari Muslim, telah menghabiskan seluruh waktunya untuk menghafal sekitar 100 ribu hadits.Ibnu Mas’ud, Sahabat Nabi yang dalam sejarah telah berhasil membunuh Abu Jahal dan dijuluki oleh nabi sebagai Pemuda Terdidik pernah mengatakan Aku belum pernah menyesali sesuatu seperti halnya aku menyesali tenggelamnya matahari, dimana usiaku berkurang namun amal perbuatanku juga tak kunjung bertambah”. The Great Philosopher, Ibnu Rusyd atau yang lebih dikenal dengan sebutan Averroes juga selama hidupnya menghabiskan waktu untuk terus belajar dan berkarya. Konon hanya dua malam yang tidak ia gunakan untuk belajar yaitu saat malam pernikahannya dan malam meninggal ayahnya. Demikianlah contoh sekelumit tokoh-tokoh peradaban islam dalam memahami waktu, sebagaimana diajarkan di dalam ajaran Islam.

Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Alloh akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Alloh akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Alloh Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al Mujadalah 11)

Selain waktu, satu hal yang perlu kita cermati lagi sebagai seorang muslim adalah kecintaan terhadap ilmu pengetahuan. Apa rahasia peradaban-peradaban dunia mengalami kemajuan yang luar biasa? Kita melihat kembali sejarah peradaban Islam semenjak kekuasaan dinasti abbasiyah, saat itu umat Islam berhasil melakukan proses penyerapan ilmu pengetahuan yang luar biasa. Ditemukannya Kertas di Cina saat itu mengakibatkan ilmu pengetahuan terhebat dari seluruh dunia dapat diduplikasi dan bisa didapatkan dengan mudah. The Golden Age Of Science, merupakan masa dimana Ilmu Islam mencapai puncak kegemilangannya. Masa itu berada saat Kekhalifahan Harun Al Rasyid dan Al-Ma’mun. Kedua Khalifah tersebut sangatlah mencintai ilmu pengetahuan, Harus Al Rasyid adalah seorang intelektual dan pembelajar sejati yang selalu haus akan ilmu. Dialah yang memepelopori untuk memajukan pendidikan, mendirikan perpustakaan, pusat-pusat kajian ilmu dan memberikan penghargaan yang luar biasa kepada ilmuwan di zamannya. Pada zamannya kaum intelektual merupakan kamu yang paling dihormati di seluruh negeri.

Puncak peradaban Islam dalam bidang sains kemudian dapat dilihat pada zaman khalifah Al-Ma’mun. Beliau berusaha membuka akses yang seluas-luasnya agar ilmu pengetahuan dari seluruh dunia bisa dipelajari oleh ummat Islam. Beliau mengirimkan ilmuwan-ilmuwan terbaiknya untuk belajar ke pusat-pusat pengetahuan dunia, beliau juga membeli ribuan buku terbaik yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Arab. Buku-buku tersebut selanjutnya dipelajari oleh ilmuwan-ilmuwan muslim, sehingga tradisi keilmuan Islam benar sangatlah terasa pada zaman khalifah Al-Ma’mun. Khalifah Al-Ma’mun berhasil menunjukkan bahwa buku dan ilmu pengetahuan sama berharganya dengan kemenangan dalam sebuah peperangan. Tak heran, tokoh-tokoh peradaban Islam lahir ketika zaman beliau sepertiAl-Khawarizmi, Al-Kindi, Ibnu Sina, Ibnu Haitham, Ibnu Battuta, Ibnu Rusyd, dll.

Rasululah SAW bersabda, “Kelebihan seorang yang berilmu terhadap ahli ibadah adalah seperti bulan purnama terhadap seluruh bintang-bintang di langit, satu bab dari ilmu yang dipelajari seseorang adalah lebih baik baginya dari dunia dan isinya, sehingga menuntut ilmu menjadi wajib atas tiap-tiap muslim; menghadiri majelis orang-orang berilmu, lebih utama daripada mendirikan shalat seribu raka’at, mengunjungi seribu orang sakit dan berta’ziah seribu jenazah; barangsiapa wafat seseorang yang menuntut ilmu untuk menghidupkan Islam, antara dia dengan Nabi-nabi di dalam surga jaraknya hanya satu tingkat.

Sudah seyogyanya saat ini kita, sebagai umat muslim perlu merefleksikan kembali kerya-karya peradaban pendahulu-pendahulu kita. Kemudian merancang kembali akan peran kita dalam melukis dan mewujudkan kembali peradaban Islam. Keteladanan ilmuwan muslim terdahulu akan berharganya waktu dan kecintaannya terhadap ilmu nampaknya cukup untuk membuat kita sadar dan berpikir, apa yang kemudian akan kita lakukan?

Menghidupkan kembali Tradisi Keilmuan Islam memang bukan pekerjaan mudah, dibutuhkan aktor-aktor yang siap mengorbankan waktunya untuk mencintai ilmu pengetahuan. Sejarah teleh mencatat, bahwasanya tumbuhnya peradaban berawal dari tumbuhnya tradisi keilmuan karena substansi sebuah peradaban adalah ilmu pengetahuan. Konsep waktu dan cinta ilmu merupakan dua variabel penting yang sudah seyogyanya umat muslim sekarang pahami dan terapkan dalam kehidupan, agar tidak menjadi orang-orang yang merugi. Secara sederhana, untuk meneruskan cita-cita peradaban islam mari kita dedikasikan seluruh harga waktu yang sudah diberikan Allah SWT untuk senantiasa meningkatkan kembali rasa cinta kita kepada ilmu pengetahuan.

Apakah kita siap?

Saya akan menjawab, “Saya Siap”.

Karena Allah telah menjanjikan “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata” (QS. Al Fath : 1)


Oleh :  Ardian Fajar PrastyawanMahasiswa Institute Teknologi Bandung dan Koordinator PMLDK (Pelatihan Manajemen Lembaga Dakwah Kampus) FSLDK Indonesia

0 komentar:

Post a Comment